Powered By Blogger

Senin, 27 April 2015

"Revolusi" PSSI Jilid Kesekian

Kita tentu masih ingat, konflik dualisme PSSI pada kisaran tahun 2011-2013 silam. Dimana pada saat itu perebutan kursi Ketua Umum PSSI antara dua kubu yah diwakili George Toissutta dan Arifin Panigoro mencuat ke publik. George Toisutta y6ang waktu itu didukung oleh "orang lama" PSSI seperti Niwran Bakrie, Nurdin Halid dkk, berupaya menahan PSSI suapaya tidak jatuh ketangan pihak yang mereka anggap salah yaitu ke kubu Arifin Panigoro. Arifin Panigoro dan koleganya selanjutnya membentuk Liga sepakbola sendiri yang diberi nama LPI=Liga Primer Indonesia guna menyaingi liga yang lebih dulu eksis yang sudah diakui FIFA yaitu ISL. Walaupun pada akhirnya kedua sosok itu tidak menjadi ketua PSSI yang dipilih pada Kongres 2011 Nmaun, Djohar Arifin Husin yangterpilih sebagai orang nomor 1 di PSSI pada kongres tersebut ditengarai berada di pihak arifin panigoro. Hal itu semakin terlihat ketika setelah menjabat, Djohar mengganti operator liga dengan orang-orang yang dulu menjadi penggagas LPI, bahkan tak cuma itu Operator yang menjalankan liga pun diganti yang tadinya liga dijalankan oleh PT. Liga Indonesia lalu diganti dengan PT. Liga Indonesia Sportindo. Hal tersbut bukanya meredakan konflik malah tambah membuat runyam suasana Sepakbola Indonesia. Klub-Klub besar di negeri ini yang kebanyakan telah mengikuti ISL dari operator PT. LI pun merasa sangat keberatan dan meraka sepakat untuk tetap berkompetisi dibawah naungan PT. LI. Hinnga pada tahun 2012 kita bisa dibilang mencetak "rekor dunia" sebagai satu-satunya negara di Bumu yang memiliki 2 Liga sepakbola, 2 Tim Nasional dan juga 2 PSSI karena pada saat yang bersamaan pula klub-klub yang berafiliasi di PT.LI membuat kongres sendiri dan memeilih La Nyala Matalitti sebagi ketua umum PSSI versi mereka. Hal ini tentu sangat berdampak pada prestasi persepakbolaan kita di kancah internasional. Klub-klub yang mewakili negara kita di piala AFC dihajar habis-habisan karena klub2 itu berasal dari LPI yang notabene masih tak punya pengalaman dan materi yang mumpuni untuk level asia. Bukan hanya di level klub, Timnas kita pun hancur lebur. Pembantaian di Manama(Bahrain) menjadi contoh nyata, dimana Timnas kita yang mayoritas hanya diisi "pemain-pemai hijau" dari LPI dihajar 10-0 oleh Bahrain. Konflik itu sebenarnya pernah reda dikala Roy Suryo menjabat sbagai menpora pada tahn 2013. Pak Menpora kala itu sudah berhasil menyatukan dua pihak yang selama ini berseteru dan Liga pun berjalan normal kembali. Namun, di tahun 2015 yang belum berjalan separo ini lagi-lagi PSSI berkonflik. Tapi kali ini PSSI bukan berkonflik secara internal, "musuh" merak kali ini adalah Kemenpora. Kemenpora membekukan kepengurusan PSSI yang baru terbentuk di Kongres Surabaya yang memeilih La Nyala Mataliti sebagai ketua umum yang baru. Dalih Kemenpora membekukan PSSI adalah karena Kemenpora menganggap PSSI tak menghiraukan surat peringatan yang mereka layangkan sebanyak 2 kali terkait kenekatan PSSI tang tetap menjalankan ISL walaupun beberapa klub tidak lolos verivikasi yang dilakukan BOPI (BADAN OLAHRAGA PROFESIAONAL INDONESIA). Disisi lain PSSI juga punya dasar kuat tetap menjalankan ISL, karena PSSI itu langsung berada dibawah FIFA bukan berada dibawah Kemenpora. Dan, pada dasarnya FIFA telah melarang setiap asosiasi nya untuk mendapatkan intervensi dari pemerintah. Hal itu tertuang jelas dalam statuta FIFA. Dampak dari adanya intervensi dari pemerintah adalah asosiasi yang tersebut bisa dikucilkan dari setiap kegiatan sepakbola internasinal, dan itu bisa berlangsung hingga beberapa tahun seperti yang pernah dialami Brunei dan Nigeria. Agar kejadian itu tidak terjadi dan kompetisi yang mengidupi jutaan orang di Indonesia itu teteap berjalan, sebaiknya PSSI dan Kemenpora duduk satu meja dan membicarakan solusi terbaik untuk masalah ini. Sudah sangat lama bangsa ini merindukan prestasi dari olahraga yang sangat kita cintai. Bangsa ini juga sudah sangat penat menyaksikan konflik berkepanjangan yang bukanya menyelesaikan maslah malah justru mematikan prestasi. La Nyala Mataliti, Imam Nachrowi dan kolega, kami mohon hilangkanlah ego pribadi. Pikirkan jutaan bakat-bakat terpebdam di plosok negeri yang menanti untuk digali.