Powered By Blogger

Jumat, 04 Desember 2015

Drama Sang Petinggi Senayan

Kita tentu masih ingat bagaimana tiba-tiba Setya Novanto dan wakilnya Fadli Zon bisa berada di dalam kampanye bakal calon Presiden AS Donald Trump medio 2-3 bulan lalu. Saya rasa kebanyakan kita juga masih ingat bagaimana tingkah "aneh" pimpinan legislatif kita ini pada sebuah rapat di senayan beliau dan koleganya di "BPH" DPRRI memakai masker yang katanya bertujuan untuk ikut meraskan apa yang dirasakan warga Sumatra dan Kalimantan yang sedang terpapar asap, masalahnya mereka memakai itu di ruang sidang DPRRI yang penuh dengan kesejukan AC. Dan, yang terbaru dan yang paling mengguncang Negeri ini adalah kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam perbincanganya bersama Presdir Freeport dan seorang Pengusaha yang banyak pihak menganggapnya melanggar kode etik. Kaus ini mencuat ketika menteri ESDM Sudirman Said tiba-tiba mendatangi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) guna mengadukan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPRRI. Dalam pengaduan itu, Sudirman Said juga turut menyerahkan bukti berupa rekaman pembicaraan antara Setya Novanto, Seorang Pengusaha dan Presdir Freeport. Dalam rekaman suara berdurasi 11 menit itu berisi pertanyaan yang mencengangkan, bahwa Setya Novanto seperti meminta bagian kepada Freeport menyoal perpanjangan kontrak kerja freeport di Indonesia dan menyangkut-pautkan Presiden dan Wapres. Seperti pada umumnya pejabat-pejabat di Indonesia jika terkene suatu kasus, Setya Novanto membantah dengan keras tudingan itu, bahkan dalam ebuah wawancara dengan beberapa media dia merasa seperti di zolimi. Taki hanya Setya NOvanto saja yang tidak terima atas tuduhan itu, dua wakilnya yang sangat setia yaitu Fahri Hamzah dan Fadli Zon juga turut membela ketuanya. Mereka kompak menuding justu tindakan "penyadapan" yang dilakukan Sudirman Said yang melangggar hukum. Dan, mereka juga menambahkan bahwa rekaman yang seharusnya adalah sekitar 120 menit tidak hanya 11 menit. Tak mau ketinggalan, Menteri Kordinator Kemaritiman Rizal Ramli juga seakan menambah pans suasana, beliau mengeluarkan statement yang mengatakan bahwa kasus antara Novanto-Sudirman ini ibarat "drama perang antar gang". Rizal juga menambahkan bahwa kita seharusnya hati-hati terhadap hal-hal seperti ini, bisa jadi kita kejadian ini hanya untuk mengadu domba antara eksekutif dan legislatif di negara kita. Hal senada juga diungkapka oleh mantan ketua MK Mahfud MD. Menanggapi kasus ketuanya, MKD pun tak tinggal diam, mereka segera melaksanakan sidang. Tapi anehnya, sebelum sidang dimulai banyak anggota MKD diganti oleh partainya masing-masing.Dan, sepertinya pergantian ini bisa dibaca untuk "menyelamatkan" Setya Novanto. Sampai sidang kedua pada hari ini pun sidang masih saja membahas soal legal standing si pelapor, barang bukti, hingga saksi. Menurut saya sebagai orang yang awam hukum dan sebagai masyarakat biasa, saya menilai pertemuan antara Ketua DPRRI dan Presdir freeport bersama seoarang pengusaha itu saja sudah melanggar kode etik mesikpun mereka hanya membahas hal pribadi sekalipun, apalagi ini soal keberlangsungan negara bisa bisa bukan pelanggaran kode etik lagi namun bisa mengarah ke palanggaran hukum dan tindak pidana korupsi. Jika ingin masalah cepat selesai sebaiknya Setya Novanto bersikap bijak dengan mengundurkan diri sebagi ketua DPRRI dan juga sekaligus sebagai kader partai Golkar, seperti yang ilakukan Rio Capella baru-baru ini.